Bagaimana ya pendidikan inklusif anak disabilitas kusta di Indonesia? Apakah bisa belajar di sekolah umum? Apakah mereka masih mendapatkan diskriminasi dari lingkungannya? Bagaimana pihak sekolah menyiasatinya? Simak ulasan berikut!
Senang sekali akhirnya bisa join event yang sungguh insightful serta inspiratif. Ruang publik KBR ini diselenggarakan selama satu jam pada hari Jum'at, 21 Oktober 2022. Event yang bertajuk "Pendidikan bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta" ini menghadirkan beberapa narasumber, meliputi:
- Dr. H. Yaswardi, M.Si (Plt. Direktur Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI)
- Anselmus Gavies Kartono (Yayasan Kita Juga/Sankita)
- Frans (Kepala Sekolah SDN Rangga Watu Manggarai Barat)
- Ignas Carly (Siswa kelas 5, SDN Rangga Watu Manggarai Barat)
Ruang publik ini diselenggarakan oleh KBR bekerjasama dengan NLR Indonesia dan dipandu oleh Rizal Wijaya.
Jika berbicara mengenai kusta, belum banyak masyarakat yang mengetahuinya. Padahal menurut data WHO tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi penyumbang kasus kusta baru 3 terbesar di dunia (penyumbang 8% kasus di dunia).
Hingga kini di Indonesia terdapat 9061 kasus baru kusta yang masih ditemukan di Indonesia, termasuk kasus kusta pada anak. Bahkan per 13 Januari 2021, kasus kusta baru pada anak mencapai 9,14%. Sedangkan target pemerintah adalah di bawah 5%.
Tidak hanya manusia dewasa penyandang kusta yang menerima diskriminasi, pada anak-anak juga mengalaminya lho! Bahkan anak tersebut seringkali menerima kekerasan dan perlakuan yang salah, baik dalam hal pendidikan dan lingkungan sosial.
Komitmen seluruh pihak menjadi sangat penting untuk mewujudkan pendidikan inklusif, yaitu dengan:
- Memastikan anak mendapatkan pengasuhan dan pendidikan yang baik
- Memastikan tumbuh kembangnya berjalan optimal
- Memiliki masa depan yang baik
- Tidak dibeda-bedakan dengan anak non-disabilitas
- Hak pendidikan yang inklusi
Pendidikan Inklusif Anak Disabilitas Kusta; Bagaimana Mewujudkannya?
Ternyata ada satu sekolah, yaitu SDN Rangga Watu Manggarai Barat yang menerima siswa dengan disabilitas dan kusta, sehingga menjadikannya sekolah inklusi. Salah satu siswanya adalah Ignas Carly.
Latar Belakang SDN Rangga Watu Manggarai Barat (didukung Yayasan Sankita) menjadi Sekolah Inklusif
Di Kab. Manggarai Barat, sekolah ABK masih sangat kurang jumlahnya dan lokasinya juga jauh. Sedangkan ABK tiap wilayah itu banyak. Sehingga akhirnya SDN Rangga Watu bermitra dengan Yayasan Sankita menyelenggarakan pendidikan inklusif sejak tahun 2017.
Untuk yang belum tahu, pendidikan Inklusif adalah suatu sistem layanan pendidikan yang mengatur agar siswa dapat dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya termasuk difabel/ABK (Anak Berkebutuhan Khusus).
Selain itu, ternyata di Manggarai Barat banyak anak usia sekolah yang tidak sekolah di sana. Fasilitas penunjang untuk ABK masih kurang. Sumber daya manusia juga belum tersedia waktu itu, sehingga akhirnya Sankita mempromosikan pendidikan inklusif di sana.
Dalam event tersebut salah satu siswa SDN Rangga Watu, Ignas Carly, mengungkapkan rasa senangnya bisa sekolah di sana. Namun ternyata Ignas juga pernah mengalami hal tidak menyenangkan saat awal masuk sekolah, seiring berjalannya waktu hal tersebut tidak terjadi lagi.
Mewujudkan Pendidikan Inklusif di SDN Rangga Watu Manggarai Barat
Dalam melaksanakan pendidikan inklusif anak disabilitas kusta, Yayasan Sankita memberikan sosialisasi kepada orang tua murid, komite, guru dan lainnya mengenai pendidikan inklusif. Bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang sama.
Selain itu, Yayasan Kita Juga (Sankita) memiliki beberapa program kegiatan, meliputi:
1# Pelatihan Mengidentifikasi dan Mengasesmen Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Jadi dalam pelatihan ini para guru diberi pengetahuan mengenai ABK/anak dengan disabilitas, seperti jenis-jenis disabilitas, permasalahan yang dihadapi oleh difabel/ABK, serta apa saja kebutuhan yang diperlukan ABK/anak disabilitas.
2# Membuat Perencanaan dan Strategi
Dari pelatihan yang telah dilakukan di atas, kemudian para guru menjadi mampu untuk menyusun rencana dan strategi untuk menghadapi ABK. Misalnya saat menghadapi ABK sensorik netra dengan satu mata yang masih berfungsi.
Untuk menghadapi situasi tersebut, guru akan merancang strategi pembelajaran dan materi yang akan diberikan. Contohnya dengan memperbesar tulisannya, mengatur posisi duduk anak di barisan depan agar mudah melihatnya, dan lain-lain. Tergantung dari jenis ABK yang ada tersebut.
3# Memotivasi Orang Tua Siswa
Cara ini dilakukan untuk meyakinkan para orang tua siswa bahwa anak berkebutuhan khusus juga bisa bersekolah di sekolah inklusi.
4# Pelatihan di Balai Kantor Kepala Desa dan Ikut Berpartisipasi mengikuti Kegiatan Pembangunan Desa
Kegiatan ini bertujuan untuk membuka mata masyarakat bahwa anak berkebutuhan khusus (ABK)/disabilitas bisa berkembang dan melakukan tugas juga seperti masyarakat pada umumnya. Hal ini tentu perlu dukungan dan diberikan fasilitas oleh semua pihak, terutama di tengah-tengah masyarakat luas.
Tantangan Menetapkan SDN Rangga Watu Manggarai Barat menjadi Sekolah Inklusi
Salah satu tantangan saat memantapkan diri sebagai sekolah inklusi, salah satunya adalah diskriminasi. Oleh karena itu seiring prosesnya, diadakan terus sosialisasi dan pelatihan kepada seluruh pihak dan akhirnya muncul kesepakatan.
Selain itu, berdasarkan saran ahli (psikolog), maka status dari anak yang dikategorikan ABK ini dirahasiakan. Kecuali untuk yang terlihat dengan mata, itu tidak bisa dirahasiakan.
Yayasan Sankita sering mengadakan agenda kesehatan dan pemberdayaan dengan orang tua murid dan masyarakat di desa-desa. Dalam momen itu, Sankita memberikan motivasi kepada orang tua murid agar mau menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus.
Penutup
Sebagai penutup, Pak Frans selaku Kepala Sekolah SDN Rangga Watu Manggarai Barat berpesan:
Dengan segala keterbatasan di sekolah, kita harus meyakini bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan. Terutama daerah yang sekolah luar biasanya (SLB) jauh, maka sekolah-sekolah ini sebaiknya siap menjadi sekolah inklusi.
Untuk orang tua perlu meyakini bahwa setiap anak, baik yang normal maupun bekebutuhan khusus, anak-anak wajib mendapatkan pendidikan. Kita bisa mendaftarkannya saja di sekolah-sekolah reguler yang ada di sekitar.
Meskipun nantinya kurang maksimal, namun nantinya anak-anak berkebutuhan khusus bisa merasakan duduk di bangku sekolah, belajar dan bermain bersama teman-temannya. Layaknya Ingas Carly (Siswa ABK SDN Rangga Watu Manggarai Barat).
Selain itu, Pak Anselmus dari Sankita juga turut berpesan:
Kita harus membuka diri dan memberikan kesempatan yang sama, termasuk anak disabilitas, untuk mendapatkan pendidikan. Kemudian bagi para orang tua, silakan anak-anaknya didaftarkan di sekolah untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Sedangkan untuk pemerintah, perlu adanya aplikasi peraturan-peraturan terkait fasilitas unit untuk disabilitas yang lebih baik.
Demikian ulasan mengenai Pendidikan Inklusif Anak Disabilitas Kusta saat event Ruang Publik KBR yang telah aku ikuti kemarin. Semoga menginspirasi dan bermanfaat :)
Posting Komentar
Posting Komentar