Kusta Menyebabkan Disabilitas? Ini Cara Pencegahannya! |
Pada hari Senin, 20 Desember 2021 aku mengikuti event Talkshow Ruang Publik KBR yang sungguh insightful. Talkshow tersebut mengusung tema "Yuk, Cengah Disabilitas karena Kusta!"
Throwback, tepatnya pada tanggal 3 Desember lalu, kita memperingati Hari Penyandang Disabilitas. Peringatan ini sekaligus menjadi momen penting bagi banyak pihak untuk mengkampanyekan topik disabilitas dari berbagai sudut pandang.
NLR Indonesia sebagai organisasi yang fokus terhadap kusta dan disabilitas, terus aktif menggaungkan isu kusta di Indonesia dan konsekuensinya, termasuk isu disabilitas karena kusta. Seperti kita ketahui, kusta merupakan salah satu penyakit tropis terabaikan yang masih menjadi permasalahan kesehatan di Indonesia.
Banyak masyarakat yang masih mengira bahwa kusta adalah penyakit kutukan, padahal kusta itu bukan kutukan dan bisa disembuhkan!
Kusta memang bisa disembuhkan, asalkan orang yang mengidap kusta tersebut segera diobati dan luka yang ditimbulkan segera ditangani. Sebaliknya, kusta akan beresiko disabilitas jika tidak cepat diobati. Akibatnya, kualitas hidup mereka juga berpotensi menurun, terlebih stigma kusta masih terus ada di masyarakat.
Mengapa hal tersebut di atas bisa terjadi? Apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah disabilitas karena kusta? Dan apa tantangan yang dihadapi dalam pencegahan disabilitas karena kusta ini?
Di Talkshow Ruang Publik KBR ini menghadirkan narasumber :
- Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK(K) - Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI
- Dulamin - Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kec. Astanajapura Cirebon
Kusta Menyebabkan Disabilitas? Benarkah?
Seringnya kusta dikaitkan dengan disabilitas, yang artinya tidak berkemampuan mengerjakan aktivitas sehari-hari. Ya, kusta bisa menyebabkan disabilitas.
Disabilitas pada kusta disebabkan oleh kuman itu sendiri yang menyerang pada syaraf. Karena menyerang syaraf, maka bisa menyebabkan:
- Mati rasa (tidak terasa saat luka)
- Kelumpuhan (otot, motorik)
- Kekeringan pada kulit
Karena kusta beresiko membuat mati rasa, maka pengidap kusta tidak merasakan sakit pada luka. Ini menyebabkan dia merasa tidak perlu ada pengobatan. Lama kelamaan kuman in akan menyerang bagian tubuh lain setelah syarafnya, bahkan sampai ke tulang hingga beresiko disabilitas/cacat.
Tidak semua kusta menyebabkan disabilitas, terutama jika bisa melakukan pencegahan dan pengobatan sedini mungkin. Bisa juga resiko cacat berkurang jika kumannya menyerang daerah yang tidak menyebabkan cacat (umumnya menyebabkan disabilitas jika menyerang syaraf).
Gejala Penyakit Kusta
Gejala kusta diawali dengan timbulnya bercak putih atau merah dan mati rasa (bisa satu atau banyak). Membutuhkan waktu tahunan saat kuman masuk ke tubuh hingga menimbulkan kelainan (sekitar 3-5 tahun). Jika gejala di atas muncul, maka segera periksa ke fasilitas kesehatan.
KPD (Kelompok Perawatan Diri) Dukung Pengidap Kusta
Pak Amin selaku Ketua KPD Kec. Astanajapura Cirebon mengungkapkan bahwa KPD memberikan himbauan kepada pengidap kusta untuk melakukan perawatan diri.
"Orang yang terkena kusta dan mengalami cacat pasti dia memiliki luka, luka ini jika tidak diurus maka akan menebal sepeti kapalan. Namun jika dilakukan prawatan diri, maka luka tersebut bisa bersih dan tidak jijik", ungkap Pak Amin.
Pak Amin juga memberikan rekomendasi kepada pengidap kusta untuk merendam lukanya minimal 20 menit, setelah itu diangkat dan digosok dengan batu apung di kulit yang menebal.
Anggota KPD Kec. Astanajapura Cirebon sendiri berjumlah 20 orang dengan latar belakang OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta). Mereka menggaungka n untuk melakukan perawatan diri 3 M : Memeriksa, Merawat dan Melindungi bagian tubuh yang disabilitas.
Bagian Tubuh yang Rentan Mengalami Disabilitas Karena Kusta
Kusta yang rentan menyebabkan disabilitas adalah area tubuh bagian tangan, kaki dan mata, karena area tersebut yang menunjang kegiatan sehari-hari.
Sedangkan kusta ada 2 jenis, yaitu PB (Pausi Basiler) dan MB (Multi Basiler). Untuk yang paling banyak di Indonesia adalah jenis Muti Basiler. Perbedaannya adalah:
Pausi Basiler
- Lesi sedikit (karena jumlah kumannya lebih sedikit). Adanya bercak di kulit 1-5.
- Adanya hipopegmentasi (warnanya lebih cerah dari kulit sekitarnya)
- Distribusi asimetris (di bagian tertentu saja)
- Ada mati rasa pada lesinya (fungsi syaraf di tempat tersebut berkurang)
- Mengganggu fungsi sel syaraf (misalnya hanya sel syaraf bagian tertentu, wajah saja misalnya)
Multi Basiler
- Lesi lebih dari 5, menyebar
- Distribusi simetris dan merata (sisi kanan kiri, dll)
- Mati rasa
- Mempengaruhi lebih dari satu syaraf
Kusta Tidak Menular dengan Mudah dan Bisa Sembuh
Orang lain akan tertular kusta dari penderita kusta yang belum diobati dengan kuman yang banyak (multibasiler). Tapi belum tentu tertular juga karena daya tularnya sebetulnya rendah dan tergantung daya tahan tubuh orang tersebut.
"Jadi kusta ini bisa sembuh jika cepat penanganannya/cepat diobati", ujar Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK(K).
Pak Amin juga menambahkan serta memberi rekomendasi kepada pengidap kusta untuk memakai pelindung saat memegang benda, karena jika sudah luka maka akan lama sembuhnya.
Pak Amin adalah OYPMK sedari usia 35 tahun. Beliau membagikan pengalamannya saat berjuang melawan kusta. Beliau mengalami keterlambatan berobat dan mengalami kecacatan. Pak Amin rutin berobat selama setahun penuh (tanpa putus). Dukungan keluarga sangat diperluka di sini.
Pasien kusta kering menjalani pengobatan selama 6-9 bulan, sedangkan kusta basah menjalani pengobatan selama 12-18 bulan. Kesembuhan ini bergantung pada pasien itu sendiri. Gangguan penyakit pada pasien sendiri mempengaruhi tingkat kesembuhan pasien, memperlambat namun tetap bisa sembuh.
Untuk pengobatan tersedia dalam paket 1 paket. Untuk kusta kering terdiri dari 2 obat, sedangkan untuk kusta basah terdiri dari 3 obat. Semuanya diminum setiap hari selama kurun waktu yang sudah dijelaskan di atas. Gratis di Puskesmas!
Pengobatan kusta ini tanpa jeda, jika berjeda beberapa hari maka harus mulai dari nol atau dari awal pengobatannya. Ini dilakukan agar bakteri tidak resisten. Jadi minum obatnya harus teratur.
Stigma Kusta di Masyarakat
Pak Amin membagikan pengalamannya saat mengidap kusta. Beliau kerap mendapatkan stigma buruk dari masyarakat saat beliau sakit. Oleh karena itu pak Amin mengedukasi teman penderita yang lain agar tetap semangat dan berteman dengan yang memberi dampak positif saja.
Masyarakat memang kurang edukasi tentang kusta, sehingga Pak Amin menyarankan untuk tidak memikirkan tentang stigma masyarakat bahwa kusta adalah penyakit kutukan/guna-guna.
*****
Sebagai penutup acara, pak Amin menghimbau pemerintah untuk lebih aktif menyebarkan informasi misalnya dengan poster di Puskesmas bahwa "Kusta Ada Obatnya! Dan Pengobatannya Gratis!". Agar masyarakat bisa tahu dan paham tentang kusta.
Sedangkan dokter Sri Linuwih berpesan untuk yuk kita bersama-sama terintegerasi/bersinergi menjemput bola untuk mengedukasi/mensosialisasikan tentang kusta ini.
Beruntung banget sih bisa join talkshow ini, begitu edukatif, informatif dan positive vibes. Thanks untuk 1minggu1cerita yang sudah memberi info adanya event ini :)
Jadi apakah Kusta Menyebabkan Disabilitas? Nyatanya disabilitas bisa dicegah!
Posting Komentar
Posting Komentar